Anak-anak Cindakko pun Berhak Pintar
Cindakko merupakan salah satu dusun di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dusun ini letaknya berada pelosok pegunungan yang jarahknya dari kota makassar sekitar 30 km dengan menggunakan sepeda motor. Cindakko merupakan satu dari dusun di Indonesia yang belum memiliki sarana pendidikan yang layak, di dusun ini belum terdapat sekolah dasar maka dari itu anak-anak cindakko yang usianya sudah seharusnya bersekolah menempuh pendidikan, namun karena belum adanya fasilitas sekolah dasar maka sebagian besar anak-anak cinddako membantu orang tuanya di kebun.
Juli 2019, aku dan teman-teman berniat untuk pergi ke cindakko sebagai relawan pendidikan untuk mengajar adik-adik di dusun. Kami berasal dari relawan Wanua Panrita yang memiliki tujuan untuk pemberdayaan masayarakt pelosok, itulah salah satu alasan saya bergabung dengan dunia relawan Wanua Panrita karena prihatian dengan pendidikan pelosok di Indonesia. Kami akhirnya berkumpul siang hari dari kota Makassar dan langsung menuju cindakko. Perjalanan menuju cindakko menggunakan sepeda motor dan trek perjalaan tidak mudah dilalui, beberapa kali aku pernah jatuh dalam perjalanan menuju cindakko, tanah berpasir dan berbatu ditambah tanjakan yang terjal membuat saya harus terjatuh.
Setelah satu jam lebih perjalan, kami sampai di rumah pak Azis. Pak Azis adalah orang yang dulu mengajar anak-anak cindakko dengan sukarela, beliau kalau lagi tidak sibuk akan pergi ke cindakko untuk mengajar dengan menggunakan sepeda motor. Namun, karena usia pak Azis yang tidak muda lagi dan perjalanan yang lumayan jauh serta memiliki kesibukan yang tidak bisa dilewati maka pak azis mulai jarang untuk meluangkan waktu mengajar untuk anak-anak cindakko. Di rumah pak azis inilah kami biasa istrahat dan menaruh motor di halaman rumah beliau. Setelah istrahat yang cukup kami meminta izin kepada pak Azis untuk langsung menuju cindakko.
Akhirnya kami mulai berjalan menuju dusun Cindakko, waktu sudah menunjukkan sore hari dan kami belum sampai juga, karena dalam perjalanan kami sempat bertemu salah satu rombongan relawan kesehatan yang baru saja dari cindakko. Dalam perjalan menuju dusun, kami melewati hutan-hutan yang masih asri dipandang mata, banyak pemandangan yang akan memanjakan. Jalur menuju dusun seperti jalur mendaki gunung, akan ada sebuah trek terjal yang membuat nafas terkuras habis. Beberapa kali teman saya lelah dan meminta istrahat. Hari mulai gelap, kami masih beristrahat, aku mulai memikirkan perjuangan orang tua di cindakko ketika mereka akan pergi atau memiliki keperluan diluar dusun cindakko, tentu saja mereka akan melewati jalur-jalur dan jauh seperti ini. Sebuah perjuangan yang benar-benar berarti di tanah Indonesia demi menghidupi keluarga. Aku selalu percaya bahwa menurutku setiap perjuangan dan ilmu pengetahuan yang kita berikan, bagiku kita adalah pahlawan.
Kami mulai berjalan lagi, ada yang unik dan menarik perhatianku bahwa dalam perjalanan kami beberapa kali melewati rumah-rumah dari anak-anak cindakko dan mereka langsung mengetahui bahwa kami datang dan besok pagi mulai sekolah. Anak-anak ini mengetahuinya karena mereka melihat cahaya senter dan langsung mengenalinya, beberapa anak menyapa kami dan bertanya "besok sekolah kak?" kami menjawab iya dek sekolah. Sebuah semangat dan perjuangannya begitu hebat untuk belajar walau memiliki keterbatasan. Dusun cindakko belum masuk aliran listrik, oleh karena itu masyarakat disini hanya menggunakan lilin dan penerangan api ketika malam hari, itulah sebabnya anak-anak bisa dengan cepat mengenali ketika kami membawa senter.
Akhirnya kami sampai ke cindakko dan waktu menunjukkan hampir pukul 19.00, kami langsung bergegas menuju rumah pak Halim. Pak Halim adalah orang yang sudah kami anggap seperti orang tua kami sendiri, pak halim kesehariannya mengurus kebun. Tiap malam beliau selalu pergi menuju ke kebun untuk menjaga dari binatang yang merusak tanaman dan buah. Sesampainya dirumah pak halim,, ternyata betul beliau baru saja ingin pergi ke kebun. Namun, karena melihat kedatangan kami beliau mempersilahkan kami masuk dahulu dan berbicang sedikit. Setelah makan dan sholat kami briefing sedikit untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan yang kami lakukan besok, ketika dirasa cukup kami akhirnya istrahat dan bersiap untuk esok hari.
Pukul 07.00 pagi anak-anak telah berkumpul depan halaman rumah pak Halim dan kami langsung mengadakan upacara bendera. Setelah selesai upcara kami langsung menuju ke kelas untuk proses belajar. Sekedar informasi bahwa kelas di dusun cindakko adalah sebuah tempat hasil dari bantuan anak relawan dan warga sekitar untuk membangun ruangan kelas. Ruangan kelasnya sangat sederhana, terbuat dari kayu yang beratap seng dan cuman dua ruangan, sementara anak-anak cindakko yang ingin belajar sekitar seratus lebih. Jadi, kami membagi menjadi empat kelas. Kelas 1, 2, 3 dan 4, kami membagi jam untuk bergantian memakai ruangan kelas.
Proses belajar mengajar dimulai, sesuai briefing aku mengajar kelas 3. Kami mengajarkan semua dari hal kecil dan dari proses masuk ke kelas. Ada satu yang bikin aku terharu, ketika aku menyuruh mereka semua untuk menjawab pertanyaan "apa cita-cita kalian?" Sebagian besar dari anak-anak ini menjawab ingin menjadi petani karena ingin bekerja dan membantu orang tua di kebun. Menjadi petani adalah sebuah pekerjaan yang mulia dan sangat hebat, tanpa hasil dari petani kita susah untuk makan. Aku percaya anak-anak cindakko adalah pintar dan hebat-hebat, mereka masih menjunjung tinggi rasa menghargai kepada orang yang lebih dewasa.
"Kami semua berhak pintar" adalah kalimat yang berada di dinding ruangan kelas, sungguh sangat bermakna dan sebuah kritikan kepada Indonesia bahwa ada rakyatmu yang sedang menderita pendidikan di pelosok. Ini mungkin salah satu masalah yang ada di negeri kita tercinta ini, pendidikan yang belum merata. Bukankah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia atau keadilan bagi seluruh yang punya uang? entahlah namun, aku mendapatkan sebuah semangat yang besar dari anak-anak cindakko yang ingin belajar padahal mereka seharusnya membantu orang tua mereka di kebun. Aku pernah bertanya kepada salah satu anak di kelas 3 yang aku ajarkan, aku bertanya kenapa dia tidak membawa tas dan topi, dengan polosnya dan logat makassar dia menjawab "bapakku na pake kak, pergi kebun kak". Aku mengapresiasi semangat dan usahanya karena walau tidak membawa tas, dia masih mau datang dan belajar.
Waktu jam pelajaran pertama telah selesai, kami akan masuk lagi pukul 10.30. Anak-anak beristrahat, disini kami hanya melihat anak-anak yang bermain permainan tradisional seperti kelereng, lompat tali. Setelah istrahat kami memulai kembali proses belajar, sesuai kesepakatan bahwa ruangan kelas harus berganti lagi, jadi kami akan belajar di luar kelas. Aku begitu salut kepada anak-anak disini, tidak ada perbedaan semangat antara di kelas atau di luar kelas, mereka sangat berantusias untuk belajar. Ada beberapa siswa yang tidak memakai sepatu, sekali lagi ini adalah sebuah protes dan kritikan kepada pemerintah. Apa ini yang dinamakan merdeka? apa ini yang diinginkan Ir. Soekarno?. Sebuah ketidak peduliaan yang nyata terjadi di tanah ibu pertiwi. Orang-orang berlomba-lomba membangun gedung-gedung dan istana-istana di kota mereka sendiri dan sangat buta kepada desa-desa di pelosok negeri ini. Bukankah ini tidak lebih hanya sekedar omong kosong, mereka berteriak dan membawa misi visi yang wow, namun semua omong kosong ketika hati mereka tidak pernah merasa bergetar melihat rakyat dijajah oleh bangsa sendiri.
![Sumber gambar: Dokumentasi](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4C_Oy24shwVJddLQFEXhJobwgj-pTsjZ4Yi_m38mOJgP2d8FG3788OR188HqtnvK8_8tpuTK-d0PqOmWyQBG7tDPDyhl0i8oBPcj-mn4W0bAaM82CB-BMy2tqxuA52NllhUizfzAbpRc4/w640-h320/1.jpg)
"Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah" -Ki Hadjar Dewantara. Seperti itulah manusia menjadi guru dan tiap rumah dan tempat adalah sekolah, bukankah belajar itu tidak mesti di sekolah, alam pun bisa menjadi lebih dari sekolah. Belajar bukanlah untuk menjadi pintar dan lantas merasa lebih benar dan hebat dari orang lain, tapi belajar adalah tentang memahami dan peka terhadap permasalahan sosial yang terjadi dan mampu melakukan aksi nyata. Sekali lagi aku percaya setiap orang adalah pahlawan ketika kau mampu memberikan semangat dan ilmu pengetahuan kepada orang lain.
Komentar
Posting Komentar